PERKEMBANGAN SISTIM BANK SYARIAH DI INDONESIA
February 2009
Pembiayaan tumbuh meski agak melambat
Dalam lima tahun terakhir ini pertumbuhan pembiayaan syariah mengalami pertumbuhan rata-rata 35,0% per tahun. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada 2007 yaitu sebesar 37,0% atau mencapai Rp 28,0 triliun dan tahun berikutnya naik menjadi Rp 38,2 triliun yang berarti terjadi peningkatan 36,4%.
Selain itu, perlambatan pertumbuhan dari 2007 ke 2008 dipicu persaingan yang semakin ketat dengan bank konvensional seiring dengan semakin menurunnya suku bunga perbankan.
Memasuki kuartal keempat 2008, sejumlah bank syariah terkesan menahan pembiayaan. Meski demikian, secara nasional pembiayaan naik menjadi Rp 38,2 triliun. Sebab sejumlah bank tetap melakukan pembiayaan dengan prinsip kehati-hatian. Contohnya yang dilakukan oleh UUS Bank Jabar, Bank Syariah Mandiri (BSM), maupun UUS Bank BNI.
Di tengah krisis keuangan global, Bank Jabar kini bersikap lebih prudent (berhati-hati) dalam mengeluarkan pembiayaan. Sebagai bentuk kehati-hatian, pembiayaan hanya diberikan untuk jangka waktu setahun dan kepada usaha yang tak terpengaruh krisis dan valas, seperti usaha kecilm menengah (UKM). Pembiayaan juga diberikan kepada usaha-usaha yang memang dibutuhkan masyarakat. Sekitar 60 persen pembiayaan Bank Jabar ditujukan untuk sektor UMKM, sisanya korporasi.
Pada 2008 financing to deposit ratio (FDR) Bank Jabar Syariah mencapai 250%. Hingga akhir 2008, pembiayaan Bank Jabar tumbuh 28% dengan total Rp 593 miliar dan DPK Rp 290 miliar.
BMI juga tetap bersikap prudent dengan memberikan pembiayaan kepada usaha yang memang memiliki prospek bagus atau perdagangan di kancah lokal. Sebab untuk perdagangan lokal lebih stabil terhadap krisis dibanding perusahaan yang condong ke ekspor.
Pertumbuhan pembiayaan 2008 diantarnya dipicu keluarnya beberapa aturan yang diterbitkan BI pada tahun tersebut. Di antaranya mengenai masalah pajak berganda yang dirasakan bank syariah. Dengan peraturan baru tersebut pembiayaan menjadi lebih baik karena biaya untuk pembiayaan lebih murah.
Namun pembiayaan ini masih jauh dibandingkan dengan bank konvensional yang mencapai Rp 1,353 triliun..pada periode yang sama yaitu pada 2008. Besarnya perbedaaan pembiayaan bank syariah dan bank konvensional tersebut akibat masih adanya hambatan bank syariah dalam melakukan ekpansi usaha, terutama dari segi modal.
Sementara itu, salah satu bank syariah terbesar yaitu bank Muamalat Indonesia (BMI) hingga akhir Agustus 2008 menyalurkan pembiayaan Rp10,2 triliun dari target hingga akhir tahun Rp12,5 triliun. Sementara total asetnya per Agustus 2008 mencapai Rp11,7 triliun, dari target hingga akhir tahun Rp13 triliun. Sementara untuk Financing to Deposit Ratio (FDR) mencapai 97%.
BMI juga mulai melakukan ekspansi pembiayaan ke sektor riil sejak Juli 2008 dengan kredit sejumlah Rp 602 miliar. Bank Muamalat masih memiliki dana Rp 200 miliar hingga akhir 2008. Ekspansi kredit itu tidak mengurangi posisi CAR BMI sebesar 12%, hal itu karena dikompensasi dari berbagai pendapatan lain. Meski demikian, seluruh fasilitas pembiayaan itu masih didominasi usaha menengah dan besar, yang mampu menyerap Rp 408 miliar atau 67% dari seluruh pembiayaan. Sedangkan usaha kecil dan menengah hanya menyerap Rp 194 miliar.
Pada 2009 ini diperkirakan pembiayaan perbankan syariah akan sedikit menurun. Menyusul krisis finansial global yang terjadi awal Oktober 2008 lalu, banyak bank syariah sudah melakukan pengetatan dalam hal pembiayaan. Pada tahun ini perbankan syariah harus bekerja keras untuk meningkatkan kinerjanya dengan mengembangkan pasar. Sehingga dapat terus menghimpun dana pihak ketiga demi menjaga arus pembiayaan kepada nasabah.
Non Performing Financing
Sementara rasio pembiayaan bermasalah (non performing financing/NPF) perbankan syariah pada 2007 tercatat sebesar 4,0% atau masih tergolong terkendali. Sedangkanpada 2008 ratio NPF menjadi sebesar 3,95% Peningkatan NPF tersebut terutama didorong oleh sektor perdagangan dan konstruksi.
Meski pembiayaan bermasalah tersebut meningkat, namun masih dalam taraf terkendali. Dengan penanganan resiko manajeman dan tata kelola perbankan syariah yang baik, secara otomatis akan menjadi salah satu cara menekan NPF. Aturan tersebut masih menunggu standarisasi dari The Islamic Financial Services Board (IFSB) yang merupakan organisasi internasional dalam menstandarisasi aturan bank syariah.
Target pangsa 5% belum tercapai
Hingga saat ini pangsa bank syariah masih relatif kecil dibandingkan dengan bank konvensional. Pada 2008 lalu dengan total aset Rp 49,5 triliun, bank syariah baru meraih pangsa sekitar 2,2% dari total industri perbankan. Meski mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya dimana pangsa bank syariah hanya 1,85%.
BI mentargetkan bank syariah akan meningkatkan total asetnya hingga mencapai Rp 57 triliun pada tahun ini, dari sebelumnya Rp 49,5 triliun. Dengan demikian pangsa bank syariah akan dapat mencapai 5% dari total bank konvensional.
Sementara pangsa pasar bank syariah saat ini masih dikuasai oleh 3 bank papan. Bank Syariah Mandiri yang memiliki total sest sebesar Rp 16,5 triliun, saat ini memiliki 33,3.% dari total aset bank syariah. Disusul oleh Bank MUamalat Indonesia dengan aset Rp 12,1 triliun, memiliki pangsa 24,4%, Sedangkan Bank Mega Syariah memiliki pangsa sekitar 6,2% dengan total aset Rp 3,1 triliun.
Dengan demikian ketiga bank besar tersebut memiliki total pangsa pasar mencapai 63,7%, sisanya sebesar 36,3% diperebutkan oleh bank-bank syariah lain baik yang sudah menjadi BUS maupun yang masih menjadi UUS.
Sementara itu, dari sisi jumlah nasabah dan penyaluran kredit. Jumlah konsumen perbankan syariah hanya naik sedikit dari 2007 yang sebesar 2,845 juta menjadi 3,799 juta hingga 2008. Sementara pertumbuhan yang tidak banyak juga terlihat di penyaluran kredit yang hanya naik dari 512 ribu nasabah di 2007 menjadi 589 ribu nasabah di 2008.
Investasi baru
Menurut BI, perkembangan aset industri perbankan syariah di Indonesia tak bisa mengandalkan pertumbuhan organik. Tapi perlu pertumbuhan nonorganik, berupa akuisisi bank konvensional dan mengubahnya jadi bank syariah. Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) yang baru, akan lebih mempermudah pendirian bank syariah melalui spin off. Pada PBI baru, pendirian bank melalui spin off hanya membutuhkan modal Rp 500 miliar, sebelumnya persyaratan modal minimum adalah sebesar Rp 1 triliun.
Awal 2009 dua bank syariah baru segera beroperasi yaitu Bank Bukopin Syariah dan Bank BRI Syariah. Kedua bank ini hasil mengakuisisi bank lain yang kemudian dikonversikan menjadi bank syariah.
Bank Bukopin Syariah
Setelah mengakuisi Bank Persyarikatan Indonesia (BPI), pada awal tahun ini Bank Bukopin meluncurkan anak usahanya yang baru berbasis syariah dengan nama PT Bank Bukopin Syariah (BBS) dengan menggabungkannya dengan Unit Usaha Syariah yang sebellumnya sudah dimilikinya. Pemegang saham BBS terdiri dari Bank Bukopin (65%), PT. Mega Capital Indonesia (9,46%), PT. Jamsostek (9,46%) dan PT. Bakrie Capital (2,16%) dan lainnya (1,57%).
Produk-produk yang ditawarkan akan lebih ke sektor pembiayaan yakni jual beli (murabaha) dan ijaroh. Segmentasi BBS lebih menitikberatkan pada UMKM. Selain itu sektor pendidikan, perdagangan, kesehatan dan bisnis konstruksi juga menjadi prioritas. Sedangkan pada sektor pertanian, fokusnya masih pada komoditi seperti beras, gula, sementara kelapa sawit belum ditangani.
BBS pada tahun 2009 menargetkan penambahan pembiayaan sebesar Rp350 miliar yang difokuskan untuk sektor pendidikan, telekomunikasi, dan kesehatan.
Pembiayaan terbesar memang berasal dari pendidikan, kesehatan maupun telekomunikasi dengan pembangunan based transciever station (BTS). Hingga saat ini BBS memiliki lima kantor cabang, 39 office chanelling dan 2009 akan menambah dua kantor cabang di Solo dan Jogja.
Bank BRI Syariah
PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) akan melepas Unit Usaha Syariah (UUS). Seluruh aktiva UUS secara hukum beralih ke PT Bank Jasa Arta yang sudah diakuisi dengan nilai sebesar Rp 61 miliar sebagai bank yang menerima pemisahan. Kemudian bank ini dikonversikan menjadi bank syariah dengna nama PT. Bank Syariah BRI BRI telah menyetujui rencana penyertaan awal dari proses akuisisi, konversi dan pemisahan ini sebesar Rp 500 miliar.
Sebelumnya PT Bank Jasa Arta merupakan bank umum devisa dengan total aktiva per Desember 2007 sebesar Rp 261,2 miliar. Hampir 100% saham bank ini dimiliki BRI.
Dilepasnya UUS akan membuat BRI bisa makin memfokuskan usaha di bidang UMKM. Apalagi pembiayaan yang disalurkan lewat UUS hanya sebesar 2% dari seluruh total penyaluran dana perbankan Indonesia pada 2007.
BRI memang berencana melakukan pemisahan (spin off) unit syariah. Setelah proses itu rampung BRI berencana mengkonversi 1.000 cabang unit desa, dari hampir 5.000 unit desa yang dikelola.
Bisnis bank syariah semakin marak